Suasana pedesaan yang dikelilingi lahan pertanian dengan tanaman padinya
yang sudah menguning menjadi pemandangan awal memasuki daerah tersebut. Dengan diiringi
suara gemericik air sungai yang digunakan masyarakat untuk irigasi saat melalui
jalanan tanah yang sedikit berlumpur. Beberapa orang terlihat sedang memanen
padinya di sawah, ada yang sedang duduk-duduk di pinggir sawah, dan beberapa
anak kecil berlarian di pematang sawah. Suasana tersebut terlihat di Desa
Sungai Tabuk, Kecamatan Sungai Tabuk yang merupakan salah satu daerah penghasil
padi yang cukup membanggakan di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Kamis pagi (15/9) Bidang
Statistik Distribusi menerjunkan timnya untuk melakukan survei harga gabah
ditingkat petani. Tim yang diterjunkan melibatkan langsung 3 kepala seksi,
yaitu Seksi Statistik Harga Konsumen, Statistik Keuangan dan Harga Produsen,
dan Statistik Niaga dan Jasa, serta tiga orang stafnya. Dengan didampinggi oleh
KSK Kecamatan Sungai Tabuk tim survei tersebut dengan telaten menanyai beberapa
responden rumah tangga petani.
Pada Bulan September
ini Kecamatan Sungai Tabuk menjadi lokasi sampel. Selanjutnya desa yang
digunakan untuk penentuan unit sampel rumah tangga petani adalah di Desa Sungai
Tabuk. Survei yang dilakukan adalah dengan metode wawancara pada beberapa
responden rumah tangga petani yang sedang melakukan penjualan gabah. Harga yang
disurvei diantaranya adalah harga gabah basah dan harga gabah kering.
“Selamat pagi pak,
kami dari BPS Provinsi Kalimantan Selatan akan melakukan survei harga gabah.†sapa
Maserup, S.Si. (Kasi Statistik Harga Konsumen) kepada seorang responden untuk memperkenalkan
diri. Responden tersebut terlihat sedikit kaget, seraya berucap, “Maaf bapak tadi dari mana?†Maserup, S.Si. juga
jadi bingung, “Bapak tidak tahu Badan Pusat Statistik ya? Yang mengurusi
statistik.†Dengan terbengong-bengong responden tersebut tambah bingung, “Apa
itu statistik pak?†Dengan sabar Maserup, S.Si. menjelaskan, “Itu lho pak, yang
biasanya melakukan sensus.†Baru setelah mendengar kata sensus responden
tersebut terlihat sedikit bersinar, “Ya saya tahu, tahun kemarin kan sudah ada
yang ke rumah saya.†Masih dengan sabar Maserup, S.Si. pun menjelaskan, “Betul
pak, memang tahun kemarin kita melakukan sensus penduduk, tapi pagi ini kita
akan melakukan survei harga gabah.â€
Awal pembincaraan
tersebut memang sedikit menggelikan. Responden yang diwawancarai tidak mengenal
statistik atau Badan Pusat Statistik. Hal serupa juga dialami Ir. Renida
Rismadewi (Kasi Statistik Niaga dan Jasa ) saat mewancarai seorang ibu di
sebuah warung. Ibu tersebut sempat binggung saat mendengar kata statistik atau
Badan Pusat Statistik seperti yang dikatakan oleh Ir. Renida Rismadewi. Setelah
dijelaskan mengenai kegiatan BPS salah satunya adalah sensus penduduk, barulah
responden tersebut bisa mengerti.
Pengalaman tim survei
harga gabah ditingkat petani tersebut bukanlah merupakan hal yang baru. Hal
yang sama juga pernah dialami oleh tim survei lainya. Seperti diceritakan oleh
Firmanudin, S.Si. (Kasi Jaringan dan Rujukan Statistik) saat melakukan
monitoring PSPK pada bulan Juni 2011 di Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten
Tapin. “Pada saat kami datang untuk melakukan monitoring PSPK 2011, dikiranya
kami ini adalah petugas kabupaten karena mitra yang melakukan pencacahan
melibatkan aparat pemerintah desa,†kata Firmanudin, S.Si. Lebih lanjut diceritakan
bahwa memang untuk mitra yang menjadi petugas pencacah sudah mengenal BPS namun
masyarakat sendiri belum mengenal BPS. Setelah dikatakan bahwa BPS itu yang
melakukan sensus penduduk barulah masyarakat mengerti. Berdasarkan pengalaman
di lapangan tersebut dapat diketahui bahwa BPS atau statistik belum begitu
popular dimata masyarakat. Masyarakat lebih mengenal kegiatan sensus penduduk ketimbang
nama Badan Pusat Statistik itu sendiri.
-Foto: Muh. Yamani; Narasi:
Tito